Minggu, 31 Maret 2013

BAB I Asas-asas dan Ruang Lingkup Ilmu Antropologi


BAB I
Asas-asas dan Ruang Lingkup Ilmu Antropologi

A.Fase-fase perkembangan Ilmu Antropologi
1. Fase Pertama (sebelum 1800)
Kedatangan Bangsa Eropa Barat ke Benua Afrika, Asia, dan Amerika selama 4 abad (sejak akhir abad ke-15 hingga permulaan abad ke-16) membawa pengaruh bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mula terkumpul tulisan buah tangan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama Nasrani,penerjemah kitab Injil,  dan pegawai pemerintah jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan dan sebagainya. Kemudian dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat  timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan orang-orang Indian di Amerika tadi, yaitu:
a.       Ada yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itu bukan manusia sebenarnya, melainkan meereka manusia liar, keturunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-istilah seperti savages,primitives, untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.
b.       Ada yang berpandangan bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum mengenal kejahatan dan keburukan seperti yang ada dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat pada waktu itu.
c.       Ada yang tertarik akan adat istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika,Asia,Oseania dan Amerika pribumi tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi tadi ada yang di himpun menjadi satu, supaya dapat di lihat oleh umum, dengan demikian timbul museum-museum pertama tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.
2. Fase Kedua (Kira-kira pertengahan Abad ke-19)
Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada pertengahan abad ke-19. Karangan-karangan etnografi tersebut tersusun berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Secara singkat, cara berfikir itu dapat di rumuskan sebagai berikut: masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai ke tingkat-tingkat tertinggi.
Kemudian timbul pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa  dalam fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal; dengan tujuan yang dapat di rumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase Ketiga (permulaan abad ke-20)
Pada permulaan abad ke-20,sebagian ngara penjajah di Eropa berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Untuk keperluan pemerintah jajahannya tadi, yang waktu itu mulai berhadapan lansung dengan bangsa-bangsa terjajah di luar Eropa, maka ilmu antropologi sebagai suatu ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daaerah di luar eropa itu,karena bangsa-bangsa itu pada umumnya masih mempunyai masyarakat yang belum kompleks seperti masyarakat bangsa Eropa.
Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat di rumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah colonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
4. Fase Keempat (sesudah kira-kira 1930)
Dalam fase ini ilmu antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman daari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia:
A.    Timbulnya antipasti terhadap kolonialisme sesudah perang dunia II.
B.     Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitive (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa –Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah perang dunia II memang hampir tidak ada lagi di muka bumi ini.
Mengenaai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya yang keempat ini dapat di bagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademisnya adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena di dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa,maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
B. Antropologi Masa Kini
1. Perbedaan-perbedaan di Berbagai Pusat Ilmiah
Secara kasar aliran-aliran dalam antropologi dapat di golongkan berdasarkan atas berbagai universitas di beberapa Negara tempat ilmu antropologi berkembang, yaitu terutama di Amerika Serikat, Inggris, Eropa tengah, Eropa tengah, Eropa utara, Uni Soviet, dan Negara-negara yang sedang berkembang.
Di Amerika Serikat, ilmu antropologi telah memakai dan mengintegrasikan seluruh warisan bahan dan metode dari ilmu antropologi dalam fasenya yang pertama,kedua,dan ketiga, di tambah dengaan berbagai spesialisasi yang telah di kembangkan secara khusus untuk mencapai pemahaman tentang dasar-dasar dari keragaman bentuk masyarakat dan kebudayaan manusia yang tampak pada masa sekarang ini. Artinya, universitas-universitas di Amerika Serikat adalah tempat ilmu antropologi dalam fase keempatnya itu telah berkembang seluas-luasnya.
Di Inggris dan Negara-negara yang ada di bawah pengaruhnya, seperti Australia, ilmu antropologi dalam fase perkembangannya yang ketiga masih di lakukan, tetapi dengan hilangnya daerah-daerah jajahan Inggris, maka sifat dari ilmu antropologi tentu juuga berubah. Para sarjana antropologi bangsa Australia mempelajari suku-suku bangsa asli di papua Nugini dan kepulauan Melanesia untuk keperluan pemerintah-pemerintah jajahannya di sana (sekarang bekas jajahan). Di samping menunjukkan antropologi untuk keperluan pemerintah jajahannya, maka setelah daerah-daerah jajahan itu menjadi merdeka, para sarjana inggris memperhatikan berbagai masalah yang lewbih luas mengenai dasar-dasar masyarakat dan kebudayaan manusia pada umum nya. Dalam hal ini metode antropologi yang telah dikembangkan di Amerika Serikat juga sudah mulai mempengaruhi berbagai lapangan penelitian para ahli antropologi di inggris.
Di Eropa tengah seperti jerman, Australia, dan swiss, hingga kira-kira awal tahun 1970-an saja ilmu antropologi masih bertujuan mempelajari bangsa-bangsa diluar Eropa untuk memahami tentang sejarah penyebaran kebudayaan seluruh umat manusia di muka bumi ini. Jadi sifat antropologinya masih berada pada fase kedua. Walaupun demikian, ahir-ahir ini pengaruh ilmu antropologi dari Amerika juga sudah mulai tampak pada para ahli antropologi generasi muda di Jerman barat dan Swiss.
Di Eropa utara,di Negara-negara skandinavia, ilmu antropologi sebagai bersifat akademikal, sewperti di Jerman dan Australia. Mereka juga mempelajari banyak daerah di benua-benua di luar Eropa, tetapi Keistimewaan mereka terletak dalam hasil-hasil penelitian tentang kebudayaan suku bangsa Eskimo. Di samping itu, para sarjana dari Negara-negara Skantinavia juga mempergunakan banyak metode antropologi yang telah di kembangkan di Amerika Serikat.
Di Uni Soviet, perkembangan ilmu antropologi di luar tidak banyak di kenal karena Uni Soviet hingga kira-kira sekitar tahun 1960 memang seolah-olah mengisolasikan diri dari dunia lain.sungguhpun demikian, beberapa tulisan tentang perkembangan Ilmu antropologi di Uni Soviet menunjukkan bahwa aktifitas penelitan antropologi disana sangat besar. Ilmu antropologi di Uni Soviet berdasarkan konsep Karl Marx dan Friedrich Engels mengenai tingkat-tingkat evolusi masyarakat.
Di Indonesia, baru mulai dikembangkan suatu ilmu antropologi khas Indonesia. Beruntunglah kita bahwa dalam hal menentukan dasar-dasar dari antropologi Indonesia belum terikat oleh suatu tradisi sehingga kita masih merdeka untuk memilih dan mengombinasikan unsure-unsur dari berbagai aliran antropologi yang paling cocok atau yang dapat di selaraskan dengan masalah kemasyarakatan di Indonesia. Konsepsi mengenai luas dari batas-batas lapangan penelitian antropologi dan seluruh integrasi luas daari metode-metode antropologi, dapat kita contoh dari Amerika.
2. Perbedaan-perbedaan Istilah
Sampai sekarang di berbagai Negara masih dipakai berbagai istilah.
Ethnogrhaphy berarti “pelukisan tentang bangsa-bangsa”.istilah ini di pakai di Eropa Barat untuk menyebut bahan keterangan yang termaktub dalam karangan-karangan tentang masyarakat dan kebudayaan suku bangsa di luar Eropa, serta segala metode untuk menbgumpulkan dan mengumumkan bahan itu.
Ethnology yang berarti “ilmu bangsa-bangsa”, adalah juga suatu istilah yang telah lama di pakai sejak permulaan terjadinya antropologi. Sekarang di banyak Negara istilah itu mulai di tinggalkan, hanya di amerika dan inggris masih di pakai untuk menyebut bagian dari antropologi yang khusus mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah perkembangan kebudayaan manusia.
Volkerkunde berarti “ilmu bangsa-bangsa”.istilah itu di pergunakan terutama di Eropa tangah sampai sekarang.
Kulturkunde berarti “ilmu kebudayaan”. Istilah ini pernah di pakai oleh seorang sarjana antropologi dari Jerman,L.Frobenius, dalam arti yang sama dengan pemakaian ethnology di Amerika. Pernah juga di pakai oleh seorang guru besar Universitas Indonesia,G.J. Held. Dalam bahasa Indonesia istilah itu menjadi “ilmu kebudayaan”.
Anthropology berarti “ilmu tentang manusia”, dan adalah suatu istilah yang sangat tua. Dahulu istilah itu di gunakan dalam arti yang lain, yaitu “ilmu ntentang cirri-ciri tubuh manusia”(malahan pernah juga dalam arti “ilmu anatomi”). Dalam perkembangan fase ketiga sejarah perkembangan antropologi, istilah itu mulai di pakai terutama di Inggris dan Amerika.
Istilah curtural anthoropology akhir-akhir ini terutama di pakai di Amerika, tetapi kemudian juga di Negara-negara  sebagai istilah untuk menyebut bagian dari ilmu antropologi dalam arti luas  yang tidak mempelajari manusia dari sudut fisiknya, jadi sebagai lawan daripada physical anthropology.sekaran di pakai Secara resmi oleh Universitas Indonesia menjadi “antropologi budaya”, untuk menggantikan istilah G.J. Held “ilmu kebudayaan”.
Istilah social anthropologi di pakai di Inggris untuk menyebut antropologi dalam fase ketiganya, sebagai lawan ethnology,yang di sana di pakai untuk menyebut antropologi dari fase-fase sebelumnya. Di Amerika di mana segala macam metode yang saling bertentangan di selaraskan menjadi satu, social anthropology dan ethnology merupakan dua subbagian dalam ilmu antropologi.
C.    Ilmu-ilmu Bagian dari Antropologi

1.      Lima ilmu bagian dari antropologi
Lima masalah penelitian khusus antropologi di Amerika yaitu:
1.      Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evolusinya) secara biology
2.      Masalah sejarah terjadinya beragam makhluk manusia, di pandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya.
3.      Masalah sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran beragam bahasa yang di ucapkan manusia di seluruh dunia.
4.      Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan manusia di seluruh dunia.
5.      Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi.
Lima bagian dari ilmu antropoloigy
Paleo-antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti asal-usul atau terjadinya dan evolusi manusia dengan mempergunakan sisi-sisa tubuh yang telah membantu (fosil-fosil manusia) tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi yang harus di dapat oleh si peneliti dengan berbagai metode penggalian.
Antropologi fisik dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya beragam manusia di pandang dari sudut cirri-ciri tubuhnya.
Etnolinguistik atau antropologi linguistic adalah suatu ilmu bagian yang asal mulanya berkaitan erat dengan ilmu antropologi.bahkan penelitiannya yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang cirri-ciri dan tempat di muka bumi ini, terkumpul bersama-sama dengan bahan kebudayaan suku bangsa.
Etnologi adlah bagian ilmu yang mencoba mencapai pengertian mengenai asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang tersebar di saeluruh muka bumi pada masa sekarang ini.
Deascriptive integration dalam etnologi mengolah dan mengintegrasikan menjadi satu hasil penelitian dari sub-sub ilmu antropologi fisik, etnolinguistik, ilmu prehistori,dan etnografi. descriptive integration selalu mengenai satu daerah tertentu.
2.      Spesialis Antropologi
Pengkhususan penelitian antropo;ogi terhadap masalah-masalah praktis dalam masyarakat belum lama berkembang.tetapi, suatu subilmu antropopologi pembangunan masyarakat secara sadar baru di kembangkan setelah ada ilmu etnopsikologi.
Walaupun demikian, spesialisasi antropologi lain baru berkembang dengan pesat setelah perang dunia II, dalam hubungan dengan masalah pembangunan di Negara-negara berkembang.
Di samping itu timbul beberapa spesialisasi antropologi lain,yaitu antropologi pembangunan atau development anthropology yang menggunakan metode-metode, konsep-konsep dan teori-teori antropologi untuk mempelajari hal-hal yang nberkaitan dengan pembangunan masyarakat desa, masalah sikap petani terhadap teknologi baru dan sebagainya.
Akhirnya perlu di sebut suatu spesialisasi yang paling bar dalam antropologi, yaitu subilmu antropologi untuk psikiatri. Di antara penyakit-penyakit jiwa yang di obati oleh para dokter penyakit jiwa atau psikiater, ada yang bukan di sebabkan karena kerusakan dalam otak atau dalam organ, melainkan karena jiwa dan emosi yang tertekan.
D. Hubungan antara Antropologi-Sosial dan Sosiologi
1. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Ilmu
jika di tinjau lebih khusus, akan tampak beberapa perbedaan, yaitu:
1.      Kedua ilmu itu masing-masing mempunyai asal-mula dan sejarah p[erkembangannya yang berbeda.
2.       Asal mula sejarah yang berbeda menyebabkan adanya suatu perbedaan pengkhususan pada pokok dan bahan penelitian dari kedua ilmu itu.
3.      Asal mula dan sejarah yang berbeda juga telah menyebabkan perkembangannya beberapa metode dan masalah yang klhusus dari kedua ilmu masing-masing.
2. Sejarah Perkembangan Sosiologi
Pada mulanya ilmu sosiologi hanya merupakan bagian dari ilmu filsafat.para ahli filsafat yang menganalisis segala hal yang ada dalam alam sekelilingnya,juga tidak lupa memekirkan tentang masyarakatnya.
Pada fase kedua, tepatnya setelah timbul krisis-krisis besar dalam kehidupan masyarakat bangsa eropaa (seperti revolusi prancis,revolusi industry,dan sebagainya),timbul kegiatan menganalisis masalah-masalah masyarakat yang semakin di galakkan.
3. Pokok Ilmiah dari Antropologi Social dan Sosiologi
Kesimpulannya adalah perbedaan antara antropologi dan sosiologi tidak dapat di tentukan lagi oleh perbedaan antara masyarakat suku bangsa diluar lingkungan Eropa-Amerika dengan masyarakat bangsa Eropa-Amerika. Kemudian kalau perbedaan itu juga tidak dapat di tentukan oleh perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, maka perbedaan nyata harus di cari, yaitu kedua ilmu itu memakai metode ilmiah yang berbeda.
4. Metode Ilmiah dari Antropologi Social dan Sosiologi
Antropologi mempunyai pengalaman yang lama dalam hal meneliti kebudayaan-kebudayaan suku bangsa penduduk pribumi di Amerika,Asia, Afrika, dan Oseania. Suku-suku bangsa ini biasanya hidup di dalam masyarakat-masyarakat pedesaaan yang kecil, yang dapat di teliti dalam keseluruhannya sebagai kebulatan. Sebaliknya, ilmu sosiologi selalu lebih memusatkan perhatian pada unsure-unsur atau gejala khusus dalam masyarakat manusia, dengan menganalisis kelompok-kelompok social yang khusus (social grouping) hbungan antara kelompok-kelompok atau individu-individu (social relations) atau proses-proses yang terdapat dalam kehidupan suatu masyarakat (social processes).
Pengalaman dalam hal meneliti masyarakat kecil telah member kesempatan pada para ahli antropologi untuk mengembangkan berbagai metode penelitian yang bersifat penelitian intensif dan mendalam misalnya dengan metode wawancara. Sebaliknya, para ahli sosiologi yang biasanya meneliti masyarakat kompleks, lebih banyak mempergunakan berbagai metode penelitian yang bersifat penelitian meluas, seperti dengan metode angket.
Dunia antropologi mempunyai pengalaman yang lama dalam hal menghadapi keragaman (diversitas) yang besar antara beribu-ribu kebudayaan dalam masyarakat kecil yang tersebar di seluruh muka bumi ini.
Sosiologi lebih banyak berpengalaman dalam hal meneliti gejala masyarakat perkotaan yang kompleks dan kurang memperhatikan sifat beragam hidup masyarakat dan kebudayaan manusia yang menjangkau seluruh dunia.
Di samping adanya dua kompleks metode yang mempunyai dasar-dasar yang berbeda, sebenarnya banyak metode peneliti lain yang sekarang sudah di pakai oleh kedua ilmu itu sama. Memang, antropologi social dan sosiologi adalah dua ilmu yang mempunyai dua kompleks metode yang saling dapat isi-mengisi dalam proyek-proyek penelitian masyarakat yang sama.
E. Hubungan antara Antropologi dan Ilmu-ilmu Lain
Kecuali dengan ilmu psikologi dan ilmu sosiologi seperti yang kita lihat di atas, ilmu antropologi serta sub-subilmunya juga mempunyai hubungan yang sangat banyak dengan ilmu-ilmu lain. Hubungan itu biasanya bersifat timbal-balik. Antropologi perlu bantuan ilmu-ilmu lain itu, dan sebaliknya ilmu-ilmu lain itu masing-masing juga memerlukan bantuan antropologi.ilmu-ilmu lainitu yang terpenting  di antaranya adalah :


1.      Ilmu geologi
2.      Ilmu paleontology
3.      Ilmu anatomi
4.      Ilmu kesehatan masyarakat
5.      Ilmu psikiatri
6.      Ilmu linguistic
7.      Ilmu arkeologi
8.      Ilmu sejarah
9.      Ilmu geografi
10.  Ilmu ekonomi
11.  Ilmu hokum adat
12.  Ilmu administrasi
13.  Ilmu politik


F. Metode Ilmiah dari Antropologi
1. Metode Ilmiah dan Pengumpulan Fakta
Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara yang di gunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan pengetahuan.tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan bukanlah suatu ilmu melainkan suatu himpunan pengetahuan saja, tentang berbagai gejala alam atau masyarakat, tanpa ada kesadaran tentang hubungan antara gejala-gejala yang terjadi. Kesatuan pengetahuan itu dapat di capai oleh para saarjana yang bersangkutan melalui tiga tingkat,yaitu:
1.      Pengumpilan data
2.      Penentuan cirri-ciri umum dan system
3.      Verifikasi
Untuk antropologi-budaya, tingkat ini adalah pengumpulan fakta mengenai kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan untuk pengolahan secara ilmiah.
Pada umumnya, metode-metode pengumpulan fakta dalam ilmu pengetahuan dapat di golongkan ke dalam tiga golongan dan masing-masing mempunyai perbedaan pokok, yaitu:
(i)                 Penelitian di lapangan
(ii)               Penelitian di laboratorium
(iii)             Penelitian dalam perpustakaan
Untuk ilmu antropologi-budaya penelitian lapangan merupakan cara yang terpenting untuk mengumpulkan fakta-faktanya;selain itu penelitian di perpustakaan juga penting. Sedangkan metode-metode penelitian di labiratorium (yang merupakan metode pengumpulan fakta yang utama dalam ilmu-ilmu alam dan tegnologi), hamper tidak berarti untuk ilmu antropologi.
2. Penentuan Cirri-ciri Umum dan Sistem
Ilmu antropologi yang bekerja dengan bahan berupa fakta-fakta berasal dari sebanyak mungkin macam masyarakat dan kebudayaan dari seluruh dunia, untuk mencari cirri-ciri umum di antara beragam fakta tersebut di gunakan berbagai metode perbandingan (metode komparatif).
Dalam ilmu-ilmu alam, penentuan ciri-ciri umum dan system dalam fakta-fakta alam di lakukan dengan cara mencari perumusan-perumusan yang menyatakan berbagai macam hubungan mantap antara fakta-fakta tadi.
Mengenai kemungkinan adanya kaidah-kaidah tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat itu, masih ada beberapa anggapan yang bertentangan di antara para sarjana. Sebagian berkata bahwa fakta-fakta mengenai tingkah laku manusia itu tidak mungkin dapat di rumuskan ke dalam kaidah-kaidah yang mantap, sedangkan bagian lain berkata bahwa sampai suatu batas tertentu hal itu mungkin.
Pada abad ke-19 pernah ada para sarjana yang menganut anggapan sebaliknya yaitu bahwa ilmu-ilmu social itu dapat merumuskan kaidah-kaidah mengenai semua gejala kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia, tetapi sekarang anggapan yang seperti itu sudah berkurang di dunia ilmiah. Anggapan yang lazim saat ini, berada di antara kedua ekstrem tadi.pada ilmu-ilmu social, dan ilmu antropologi, sebagian besar dari pengetahuannya bersifat “pengertian” mengenai kehidupan masyarakat dan keudayaan. Namun ada pula pengetahuan yang berupa kaidah-kaidah social budaya.
3. verifikasi
Metode-metode untuk verifikasi atau pengujian terdiri dari cara-cara menguji rumusan kaidah-kaidah atau memperkuat “pengertian” yang telah dicapai, di lakukan dalam kenyatan-kenyatan alam atau masyarakat yang hidup. Ilmu antropologi yang lebih banyak mengandung pengetahuan berdasarkan “pengertian” dari pada pengetahuan yang berdasarkan kaidah, mempergunakan metode-metode verifikasi yang bersifat kuantitatif. Dengan mempergunakan metode-metode kualitatif, ilmu antropologi mencoba memperkuat pengertiannya dengan menerapkan pengertian itu dalam kenyataan, yaitu pada beberapa masyarakat yang hidup, tetapi dengan cara mengkhusus dan mendalam.
Pada metode kuantitatif sering di gunakan cara-cara untuk mengolah fakta social dalam jumlah yang besar, dan metode itu disebut statistic. Metode statistic yang dulu memang kurang di pergunakan dalam ilmu antropologi, sementara sekarang mulai menjadi suatu metode analisis yang sangat penting dalam ilmu itu.
G. Tenaga Sarjana, Lembaga, Majalah, dan Prasarana Ilmu Antropologi
1. Kehidupan Ilmiah
            Suatu cabang ilmu pengetahuan dikatakan hidup apabila para ahli di bidangnya melakukan kegiatan-kegiatan penelitian untuk memecahkan berbagai macam masalah ilmiahnya.
            Lembaga-lembaga ilmiah biasanya memberi sokongan kepada paara ahli yang melakukan proyek-proyek penelitian, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan atau kongres-kongres ilmiah.tempat para penelitan dapat berjumpa untuk bertukar fikiran, dan sering kali lembaga-lembaga itu membiayai terbitnya majalah-majalah ilmiah. Kedua hal tersebut terakhir, yaitu kongres-kongres dan majalah-majalah ilmiah, sangat di perlukan untuk perkembangan suatu cabang ilmiah, karena di situlah para penelitan dapat mengumpulakn hasil-hasil penelitiannya.dengan demikian para ahli lain dapat memeriksa kebenaran hasil-hasil itu, atau dapat memakainya sebagai landasanuntuk mengembangkan persoalan-persoalan dan penelitian-penelitian lebih lanjut.

+masruro sumaji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar